Kampus STT SAPPI

Kampus STT SAPPI

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 25 Agustus 2024

Perjalanan Menjadi Entrepreneur



PERJALANAN MENJADI ENTREPRENEUR
  
Beberapa hari lalu (13 Desember 2013) saya mewawancarai seorang pengusaha babyfish nila dan mas yang dijual melalui Supermarket berkelas di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Dari hasil wawancara ini kita dapat memperoleh beberapa life skills praktis dalam kewirausahaan yang tidak diperoleh di bangku sekolah atau kuliah pada umumnya. Anda dapat melihat beberapa point penting tentang jiwa kewirausahaan yang disharingkan oleh Pak Ayi pada bagian kesimpulan.  

Berikut petikan wawancara saya dengan Bapak Ayi Solihin:

Pak Ayi, bagaimana ceritanya awal usaha ini Pak? (Beliau lagi makan dengan lauk gorengan)
Kalau di bidang ini saya bukan pionir, bukan yang pertama main ikan ini. Tetapi untuk pengembangan pasar, kalau segmen pasar supermarket saya pionirnya. Kalau dulu kan pangsa pasarnya catering dan restaurant, belum ada yang masuk ke supermarket.

Boleh cerita bagaimana asal mulanya Bapak tertarik?
Saya memulai usaha usaha ini mulai 2008. Jadi gini, ketertarikan mah, mulai dari ketersediaan bahan baku, banyak di sini. Yang usaha ikan ini (maksudnya babyfish nila dan mas) sudah ada tetapi yang segmen pasar supermarket belum. Saya coba masuk segmen itu, Alhamdulillah, jalan. Kalau yang mulai usaha ini, yang main ikan ini, sebelum saya juga banyak, ya adalah maksudnya gitu.

Terus selanjutnya?
Kondisi awal,... intinya begini,… teori, saya dulu pernah bilang usaha saya ini dimulai dari ide dan kreativitas. Idenya, barang ini harus bisa masuk ke pasar modern. Kreativitasnya gimana cara pengemasannya gitu. Pola pengemasan seperti ini dulu pertama saya yang bikin, kalau sekarang banyak sih yang niru. Sebelum saya belum ada yang lain. Jadi, saya simpulkan dari ide dan kreativitas, begitu.

Jadi Bapak lihat hal itu sebagai peluang?
Kebetulan waktu itu saya juga punya usaha dua. Satu lagi yaitu buah. Ikan juga sudah main saya. Tapi yang dulu mah mainnya ikan umpan untuk ikan louhan yang pada waktu dulu pernah booming. Kan pakannya ikan hidup kecil kan? Nah saya punya, saya lihat ada peluang di ikan ini, saya coba main gitu.

Cara masuknya ke supermarket bagaimana? Jaringannya gimana?
Datang aja langsung. Kan, tadi saya bilang ide dan kreativitas ya, sulitnya di awal itu meyakinkan konsumen supermarket bahwa ikan ini enak, bahwa ikan ini laku, gitu. Karena, mereka bertanya laku apa nggak, ya itu bikin ketakutan laku apa nggaknya. Sampai bolak balik sih untuk meyakinkan mereka teh gitu.

Sampai berapa kali kira-kira Pak?
Ke supermarket CF saya nggak kuranglah dari 4 kali. Nah pola pengemasan itu dapatnya dari GNT. Ada orang CF juga, karena sedikit kebodohan saya kan saya kasih ikan pakai kantung kecil, bawa ikan beberapa biji. Saya nawarin ikan, “Mau ikan ini nggak Pak”, gitu. Ya lucu. Mereka pada nggak mau, gitu. Saya coba datang lagi, pada nggak mau. Yang terakhir, saya coba datang lagi.

Kalau ke Giant berapa kali Pak? Dapat idenya dari Giant atau dari Carefour?
Ke GNT 3 kali. Sampai 4 kali CF, ke HM cuman 2 kali.Terus semua nggak ada yang respon. Lagian, ada suatu yang lucu. Saya tertawa kalau mengingat itu. Dulu gini, saya mau nawarkan produk ini ke supermarket gitu kan. Saya…pokoknya saya ke Jakarta, karena kebetulan saya blank Jakarta juga ya. Datang aja ke Jakarta, saya tawarkan ke toko malah. Misalkan CF Taman Mini gitu ya, saya langsung ke Taman Mini gitu. Di sana pada diketawain gitu (sambil tertawa). Kan saya nggak tau. Tapi dari sana ada dapat hasil, “Nawarin bukan ke sini Pak, nawarin mah ke sana (kantor pusat). Saya nawarin ada 2 kali, saya nggak ada link. Saya datang juga terus masuk ke respsionis, ditanya mau ketemu siapa, saya bilang saya juga nggak tau (sembari tertawa lagi)”. Saya dikasih tau, “Kalau nawarin ini mah ke bagian itu”, kata resepsionis. Kan saya nggak tau mau ditujukan ke si A, kan gitu kan. Saya nggak tau buyer-nya siapa. Tapi tahap yang pertama mah, pertama saya masuk justru ke HM loh.

Gimana Pak ceritanya?
Karena gini. Pokoknya semua toko (maksudnya cabang superamrketnya) saya ditolak. Ke CF juga 4 kali itu juga ditolak semua. Ke GNT juga ditolak. Nah, kalau ke HM kan gini, ada.., kan di Lebak Bulus itu kan ada HM di Citos (Cilandak Town Square). Saya datang ke sana, saya nawarin lagi ke HM sana, “Jangan nawarin ke sini”, katanya, “Ke sana”. Kantor pusatnya. Tapi HM itu, stand ikannya milik perorangan, disewa oleh perorangan. Di stand ikan Citos itu disewakan untuk perorangan. Nah, karena untuk perorangan, kita,… birokrasinya nggak begitu ribet. “Kalau ke kantor pusatnya di sana”, kata yang kerja. “Di sini mah bukan, ini mah saya kontrak di sininya”. Kata pemiliknya saya mah ngontrak di sini. Kemudian saya ngobrol-ngobrol, saya simpan (titip-maksudnya) barang saya titip di situ, ini dikit, tolong perlihatkan ke bos kamu, tapi kalau bos kamu nggak mau, buang aja. Tetapi kalau laku ya nggak apa-apa. Mungkin si yang nunggu stand itu, dari pada disimpan gimana, digelar gitu kan, mungkin ada yang beli gitu. Kemudian ada kontak dengan pemiliknya. “Ini siapa yang masukin ikan?” “Saya Pak”. Akhirnya dia mau jualan ikan saya. Yang di Citos itu. Setelah lama masuk HM Citos, oleh Pak Haji Ade (pemilik/pengontrak stand ikan di HM Citos) menyarankan saya masuk aja ke HM, karena ikan ini laku. Kemudian saya datangin, di Karawaci ke kantor pusatnya. Setelah datang, buyer-nya itu Ibu Ch di Hypermart itu. Kalau itu kan saya sudah ada link kan dari Haji Ade itu, saya ke HM kantor pusat, saya sudah tau mau ke mana, mau ke Bu Ch, mau nawarin produk gitu. Ada juga pengalaman-pengalaman nawarin-nawarin ke toko lain. Akhirnya Bu Ch mau menerima ikan ini, untuk jual di HM.

Mau terima?
Ya, karena ada referensi dari Haji Ade. Karena ikan ini laku. Jadi dipasarin, setelah masuk HM, sudah diterima. Saya datang lagi ke CF. “Pak mau jualan ikan ini lagi nggak”. “Kan dulu sudah pernah nawarin? Nggak mau ah saya mah”. “Pak ikan ini sudah ada di toko sebelah, udah jual, laku. Bapak mau pakai nggak?”  “Ya udah saya lihat dulu pasarnya” katanya. Entah kontrol atau lihat ke supermarket lain, atau gimana, akhirnya mau menerima. Trus  saya coba. Kecuali GNT ternyata sudah diisi orang Pak. Nah, ketika saya masuk ke HM trus ke CF, karena pola pembayaran kan 2 minggu. Nah saya cari orang yang mau kerja sama, karena saya sudah teken kontrak kan, sudah diisi barang. Sudah teken kontrak dengan HM dan CF. Misalkan, kalau untuk ke HM cukuplah, adalah sedikit-sedikit gitu, kalau masuk ke CF kan…

Akhirnya kerja sama ya Pak?
Tadinya kan saya cari pemodal. Kemudian, calon pemodal itu serasa diberi peluang usaha. “Saya nggak mau bermitra dengan Pak Ayi, saya mau jualan ikan ini aja. Pertama saya sudah tau cara pengepakannya, terus…” Mereka ada di kampung sebelah. (Ada pembicaraan yang tidak dituliskan, karena menyebut nama pesaing). Mereka akhirnya masuk ke Toserba YY.

Jadi Bapak dulu baru mereka? (nama usahanya sengaja tidak disebutkan)
Kalau gitu dengan pemodal…yang menarik karena marketing saya juga ditarik. karena saya kan ngasih seadanya. Karena harga jual saya segini, kebetulan kami sudah ada marketing, karena saya blank. Marketing itu apa sih. Kalau saya …Ternyata kan ada TT, AB, kalau HM saya yang masukin. Dia juga tarik bagian pemasaran…(sambil tertawa), ditarik juga bagian pemasarannya, bagian pengadaan barangnya saya. Saya juga nggak bisa nyalahin. Gimana, itu kan hitunganny upah. Misalnya kalau dia saya kasih sebulan seribu dan ada yang kasih sebulan dua ribu, ya lari. Itu, standar lah, nggak usah, loyalitasnya gitu, kalau kepaksa mah tidak baik juga, main hati, kita fair-fair aja gitu.

Terus gimana selanjutnya Pak?
Kemudian kita lari bareng. Lari bareng, dia sudah tau produknya, hitungan segala macamnya, harga jualnya, semua sudah tau. Lari bareng sama saya. Lari cari pasar (lari maksudnya berlomba).

Tapi kalau yang di HM dan CF, Bapak yang duluan?
Ya, jadi dia ga masuk. Ya dari sanalah pada lari. Yang beliau dapat tuh GNT sama YY. Saya Alhamdulillah dapat semua selebihnya dari itu semua.

Ke mana aja Pak, sekarang Pak?
Supermarket HM, CF, TT, RM, AB, LM. Kalau supermarket terbatas Pak.

Masih ada yang lain lagi?
Memang masih ada lagi? Kan supermarket itu terbatas Pak. Tapi terbatasnya hanya beberapa perusahaan.

Jadi Bapak drop ke pusatnya ya?
Kami  kirim ke tokonya. Kontraknya sih dengan pusat. O…SI satu lagi Pak.

Jadi totalnya berapa Pak?
Dulu, tetapi gini dulu saya ngitung, TT ada 4 cabang, AB ada 4 cabang, LM 10, RM 10, CF 40, SI 60, di atas 100 cabang totalnya.

Produksi totalnya sekarang berapa Pak?
Nah, usaha saya itu, 2009 booming. Booming-nya itu karena pasarnya kita kejar bareng, kita kejar serempak, kan itu dalam hitungan beberapa bulan itu, dari satu supermarket HM, CF, semua dalam hitungan beberapa bulan langsung masuk, booming. Saya kalahnya di modal. Bayangin saja Pak, kontrak 2 minggu setelah faktur, berarti dalam 2 minggu semua ngambil, kalau bayarnya kan bulan depan, kan? Wah… untuk ngirim, apa yang bisa saya jual, dijual untuk beli ikan…ha…ha…ha…. Apa yang bisa saya dapat dari pinjaman saya pinjam. Saya pernah pinjam ke beberapa orang. Kalau perbankan kan usaha di bawah satu tahun nggak ada yang lirik, setelah berkembang baru ada yang lirik. Nah saya pinjam itu ke orang, bunga ada yang 7% per bulan, ada yang 10%, saya ambil. Yang penting ikan tersalurkan gitu kan. Tetapi 1 tahun, semua pinjaman perorangan itu saya lunasin, dilunasin dari bank Pak, kan bunga bank yang tertinggi aja 1.5%. Ini yang 7%...apalagi yang 10% ngeri. Tetapi bukan mereka yang nawarin, “Punya uang nggak 10 juta, satu bulan saya kasih bunga 1 juta, pinjam lima bulan aja dia jadi dapat 15 juta kan”. Ayo, yang penting ikan masuk.

Walhasil… nah, ada mungkin kekurangan saya, tapi …yang paling booming itu CF. Karena di sana, kan dikontrak kerja. Kalau supermarket itu ada target. Kita ditarget penjualan 250 juta perbulan. Kalau lebih kita didenda. Dendaannya ketika pas…Misakan saya dulu CF, butanya saya begini. “Pak Ayi target berapa? 250 juta cukup nggak 1 tahun?”. Saya pikir uang 250 juta setahun gede juga. Jadi target saya 250 juta 1 tahun. “Hitungannya gimana Pak?” Kalau kena target, itunya feenya 1%, potongannya. Kalau tidak kena potonganya 0.5 % Kalau 20% targetnya, beberapa persen. Kalau di atas 50% dari target fee-nya 10. Pencapaian saya 2009 itu di CF, total penjualan saya ke CF 1 M (1 miliar maksudnya), satu tahun, dari target 250 juta. Coba hitung aja kalau kena 10% kali 750 jut, ya 75 juta potongan. Potongan 75 juta, siapa yang nggak kaget Pak. Tapi itu karena bodohnya saya, bukan salahnya mereka.

Jadi harusnya target Bapak dinaikin gitu ya?
Nggak bisa, diperjalanan nggak bisa, sudah ada kontrak kerja. Masalahnya, bodohnya saya, kenapa saya tidak datang lagi ke sana dengan nama lain. Saya datang lagi dengan atas nama PT apa. Itu salahnya saya.

Kan Bapak dikenal sama mereka?
Nggak apa-apa. Justru sekarang itu, kecuali saya orang sayuran (usaha sayuran maksudnya) satu perusahaan…saya nggak bisa bilang ini karena…(Pak Ayi minta pembicaraan tentang ini off the record, tidak dipublikasikan).

Seperti pertanyaan terdahulu tadi, punya link nggak. Gimana caranya? Bagi saya, buat apa link. Datang aja langsung, nggak bakalan di-tabok-lah (ditabok : dipukul).
Ada cerita lucu begini. Ketika saya datang ke satu toko yang pertama saya cari itu toilet. Karena waktu itu saya masih bisnis buah. Standar itu, jam 7 pagi saya berangkat ke Bandung. Kadang-kadang jam 5 berangkat ke Bandung, belanja buah sampai di sini jam dua. Biasanya sih pulang jam 5, jam 6 (sore). Karena mau ke Jakarta, jam 3 sudah pulang dari pasar. Jadi ga sempat mandi, dingin juga, Jadi saya hanya bawa baju salin aja. Jadi ketika sampai di sana saya masuk toilet. Cuci muka dan ganti pakaian. Berangkat jam 3 dan jam 4 kan sampai di sana ukuran jam 9, jam 10 gitu lah. Bayangin Pak yang belum tidur, wajahnya dan matanya kan dah kelihatan gini Pak…(beliau sambil menunjukkan mata setengah merem). Jadi pulang dari Jakarta belanja buah lagi.

Jadi bisnis buahnya masih jalan Pak?
Masih. Yang pegang saya yang kelola kakak. Jadi kita belanjanya di Caringin (Bandung-red). Di sini, kita ada yang bantu 8 orang. Barusan kan tadi saya nelepon ke Bandung. Buah lagi turun, jadi harus telepon-telepon dulu. Jadi kalau ke Bandung saya tinggal ambil, kalaupun tidak ke Bandung, uang tinggal ditransfer. Kemudian kita ambil barang. Di sana kita kebetulan ada alat transportasinya.

Jadi usaha yang ini cara mengelolanya gimana Pak?
Jadi unitnya dipisah-pisah Pak. Yang ikan goreng sudah mandiri. Ikan petek sudah mandiri. Yang segar masih saya pegang. Gudang masih saya pegang. Kalau ini Pak, semua saudara. “Kalau ke Bapak (maksudnya ke saya) saya tidak akan kasih Pak”. Kan susah itu kalau mau usaha itu jualan apa Pak. Jadi yang susah untuk usaha, bukan modal Pak, yang susah itu mau jual apa? Itu yang susah. Ini sedikit ilmu untuk entrepreneur-lah.

Jadi istilahnya, kita mau jual atau mau produksi apa gitu ya?
Ya, ya. Kalau produksi lebih rumit lagi. Gini Pak, usaha, yang pertama itu kita mau apa? Dan ada satu penekanan lagi, tidak ada usaha yang level-nya kecil. Tidak ada usaha yang level-nya kecil.

Maksudnya gimana Pak?
Gini, tadi saya makan sambil makan gorengan. Secara kasat mata, kecil. Iya nggak? Ini perusahaan besar, oke? (Sambil pegang handphone saya). Dengan yang jualan gorengan tadi Bapak pasti bilang, ini perusahaan gede. Nah pemahaman umum gitu, oke? Level usahanya, saya bilang sama, yang membedakannya apa? Marketing, produksi, pengembangan pasarnya. Bapak mau jualan  gorengan, dengan postur seperti Bapak, ripuh, oke? Tapi kalau Bapak menekuni di sana, dan dipake dengan ijazah Bapak, yang S2, Bapak bakal punya pemikiran lain, gimana caranya, kalau bisa jualan gorengan, saya jualnya di supermarket. Bentuknya dibuat sedemikian, dimodifikasi lagi. Bentuk barangnya, dibikin semenarik mungkin, di-apa, di-apa, di-apa? Terus kalau saosnya kalau di kampung kan pakai botol, oke? Kalau di sana (beliau sebut salah satu fast food ayam goreng terkenal), saosnya di buat sedemikian. Hargaya bisa jadi lima ribuan, dengan spesifikasi kualitas yang berbeda. Nah, Bapak disebut apa? Tukang gorengan kan? Beberapa punya anak buah.

Jadi, nggak ada usaha yang level-nya kecil. Kalau Bapak punya ilmu bikin HP. Si pembikin ini, karena ini lebih rumit, jadi otaknya habis untuk ide ini. Jadi ketika sudah dapat ini, ia bikin patennya dan jual dapat uang. Yang enak perusahaan. Tetapi kalau Bapak, kalau Bapak bisa bikin dan jual, Bapak penemu dan penjualnya. Di sini banyak muatannya. Ada brokernya, dengan margin yang besar. Kalau saya penemunya saya nggak akan jual. Karena penemunya tidak ada yang kaya. Itu kalau dari teorinya gitu.  

Kalau bapak bikin gorengan, pikul gorengan di pundak, Bapak bakal sakit pundak, yang susah itu kemauan. Yang enak kerja, ga usah mikir dapat uang ya? Jadi, beberapa titik ada yang kita…tapi …gini saya baru pernah dengar, baru pernah dengar, di Australia, yang ngirim daun pisangnya diimpor dari Thailand. Wah jualan daun pisang…gitu kan. Tapi ketika ditekuni… wah pasti jadi. Kita tidak bisa pungkiri Pak, ada yang…saya bilang aja gengsi. Tukang gorengan? Kalau ketemu teman, wah…gimana? Tetapi bila 1 tahun kemudian, punya cabang 100 gerai, Bapak jadi juragan gorengan, oke nggak.  

Kalau kelola orang gimana, Pak?
Kalau masalah mengelola orang, gimana ya, dinikmati aja.

Pembicaraan saya dengan Pak Ayi Solihin berhenti, beliau bersiap-siap untuk menjalankan ibadah sholat.

Pada pembiacaraan selanjutnya, Beliau menyampaikan bahwa ia mulai tertarik bisnis itu sejak kelas 2 SD. Beliau diajari dengan cara yang unik oleh orang tuanya. Semenjak itu usaha bisnis menjadi passion-nya. Ia pernah berdagang di pasar, asongan di tempat-tempat wisata seperti Kebun Raya Cibodas (Puncak-Cianjur). Ia menamatkan pendidikan sampai sekolah menengah atas. Setamat SMA akhirnya punya usaha sendiri dan berkembang hingga seperti saat ini sudah mengirim babyfish ikan nila dan masuk ke lebih dari 100 cabang supermarket di Jawa Barat, DKI dan Banten.
Pada dinding kantornya yang sederhana, saya melihat beberapa piagam penghargaan sebagai tanda apresiasi dari pemerintah terhadap usaha yang dilakukan oleh Bapak Ayi, antara lain dari Gubernur Jawa Barat, Kementerian Perikanan dan Kelautan RI, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, dan lain-lain.


KESIMPULAN

Dari pembicaraan dengan Pak Ayi Solihin, saya menarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Ia memiliki keinginan yang kuat, keinginan 3 kali, yaitu keinginan yang kuat menjadi entrepreneur. Ia memiliki mindset entrepreneur. Ia memiliki passion yang kuat.
2.      Ia jeli melihat peluang dan kemudian berinovasi untuk dapat menciptakan pasar baru. Ia menyebut bisnisnya dimulai dari ide dan kreativitas. Ia menciptakan produk baru dari produk lama dan menciptakan pasar baru. Ia boleh saya sebut Opportunity Creation.
3.      Ia berpegang pada nilai-nilai yang jujur dan tidak serakah, serta tidak mendendam ketika orang lain membajak orang pemasarannya dan bagian pengadaan barangnya. Ia tidak terganggu dengan persaingan. Sebaliknya ia bekerja keras. Ia menyebutnya berlari mencari pasar.
4.      Ia berpegang pada kesepakatan kontrak. Ia berani menghadapi risiko besar karena harus memenuhi permintaan yang serentak. Sementara ia tidak cukup modal, ia mencari cara agar kepercayaan konsumen tidak rusak. Apapun harganya ia harus memenuhi janjinya kepada konsumennya (supermarket). Ia seorang risk taker, professional dan berintegritas. Itu terbukti dari belum ada komplain dari konsumennya sampai hari wawancara ini berlangsung.
5.      Ia tidak membeda-bedakan ada bisnis yang lebih tinggi levelnya, bagi dia level semua bisnis sama, yang berbeda hanya kerumitannya. Tukang gorengan dengan pembuat handphone berada pada level bisnis yang sama. Yang membedakan adalah kerumitan teknologi dan modalnya. Tidak apa-apa menjadi tukang gorengan dengan 100 gerai. Sama saja dengan produsen handphone.
6.      Ia melihat yang menjadi penghambat orang dapat maju dalam usaha adalah tidak adanya kemauan, tidak tekun, dan gengsi. Menurut dia, kalau sebuah usaha ditekuni pasti jadi.
7.      Dari ceritanya bagaimana ia diajar bisnis pada waktu kecil, saya berpikir bahwa untuk menanamkan passion entrepreneurship sebaiknya dimulai dari sejak masa kanak-kanak.
8.      Apresiasi yang diberikan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, sedikit banyak dapat menjadi petunjuk bahwa usaha yang dilakukan Pak Ayi telah membawa dampak positif bagi lingkungannya. Mengarah kepada pendekatan people, profit dan planet.

Semoga sharing ini menjadi berkat bagi semua Co-workers Onliners…Salam!

DFP